Ucap A Bilang B
Dua
bunga terjatuh bergantian minggu ini, sang mawar potnya pecah, sang kaktus
kepalanya lepas. Naas nasib mereka dipelihara wanita berhati rapuh. Seketika wajah
murung, bibir terkatub, mata dipaksa memuntahkan air garam lalu hidung
mengeluarkan lendir. Itulah penampakan asli wanita egois yang berlagak manis
dihadapan para kolegis.
![]() |
Lubuklinggau, 2016 |
Lonjatan
tanah yang mengotori teras kamar kos yang menghadap ke arah barat disertai awan
kelabu yang terus menyelimuti nusantara Timoho adalah akhir sebuah senyuman
sore ini. Suaranya yang renyah perlahan hambar tersaut suara azan yang memekakkan
telinga muazin dan mengusik relung kemageran.
![]() |
Smansa, Juni 2016 |
Aku,
gadis egois yang selalu menginginkan segala perfeksionis sangat-sangat
merindukan suara manis dari bibir mungilmu wahai adikku. Tidakkah satu
makhlukpun menyadari bahwa aku berteriak merekatkan bibir? Aku lelah Tuhan
dengan keegoisanku ini. Harapan setinggi punuk unta harus terbalas oleh antena
ratu semut?
Siapa yang mampu mendengar? Hanya mawar? Hanya kaktus? Bahkan aku meragukan ikatan batin kita wahai Ibu, Ayah dan Adik-adikku.
Iya,
aku wanita munafik yang tak pandai bersyukur. Aku wanita mengenaskan yang
mengungkit masa lalu. Dia datang membawa gula, sumber kehidupanku datang bagai
lentera tak bercahaya, menunggu api yang kubawa untuk menyebrang jembatan
kebinasaan. Tapi apa yang kupilih? Tolehan sadis yang menyilaukan hati hingga
menusuk relung merpati liberalis. Maaf, maaf, maaf aku hanya ingin berteriak
astagfirullah tanpa tau innalillah.
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete