Tresno?
Kebun Teh, Nglinggo Kulon Progo |
Terus dan terus, aku introvet
yang sangat perasa. Cinta itulah hakikat pemanis kehidupan. Tapi sayang
difinisiku tentang hal tersebut sangatlah tinggi, bukan hanya sekedar madu
kasih sepasang kekasih, tapi perasaan yang kutunjukkan kepada pemilik kehidupan
dan apa yang ada dariku sejak lahir dan yang akan menemaniku di nafas terakhir.
Suka? Perasaan tingkat tiga
setelah tertarik dan terpesona. Aku mengakuinya sebanyak tiga kali. Kali
pertama dua tahun lamanya dalam masa SMA, kali kedua satu tahun lamanya pada
masa awal kuliah dan kali ketiga (aku tak yakin apakah rasa yang sama), entah sampai kapan. Wah aku rasa ini
pengungkapan pertamaku untuk yang ketiga. Biasanya aku selalu terang
mengungkapkan, mengapa kini begitu malu. Aku merasakan bagaimana rasanya menjadi
seorang Yaz yang kala itu mengungkapkan “aku menyukai seseorang dan aku ingin
beribadah” mungkin itu adalah puncak rasa yang murni.
Dia, bukanlah wujud idealitas.
Tapi dia adalah canduku, dia sangat bijak menahan gairahnya dan aku menyadari
aku terlalu kanak-kanak, masih yang dulu. Andai saja kala itu tak menahan diri
entah jadi apa hari-hariku, mungkin tak akan ada gairah membaca dan menulis
bagiku. Terimakasih banyak.
Satu kata yang menyadarkannya, “Replace
you!” kejam terdengar, bahkan aku sendiri tak dapat melakukannya. Berbagai
aktifitas aku sibukkan agar tidak mengingatnya, walaupun ketika kabar itu
datang, kecanduanku kembali menjadi. Entah seberapa peka ia akan tulisanku ini,
itupun jikalau ia membacanya. Bagiku ia adalah cermin dari Abi, adik
tersayangku. Disisi lain ia juga boneka, teman curhatku. Mungkin tak ada lagi
celotehan yang berciut dalam hari-harinya, aku ingin dia tenang, apakah ini sebuah
pelarian? Tentu tidak, aku tak sanggup mempermainkan perasaan seseorang.
Aku meniru gaya Zainuddin yang
memanfaatkan situasi hati, benar saja, ini adalah mata air inspirasi. Aku
memang membutuhkan seseorang untuk menulis, seseorang yang aku sebut Tepong menggerakkanku
untuk berpuisi, dan seseorang yang kusebut Muhi menggerakkanku untuk
bercerita. Terimakasih teman-teman baikku, walau obrolan itu tak lagi aktif
seperti dulu, kalian tetap ada dalam sejarah hidupku, historisitas tulisanku.
Ingin rasanya menulis lebih banyak lagi bersama teman-teman yang lain, tak
kusebutkan nyata bukan berarti aku lupa, aku hanya ingin tak salah persepsi
dengan sosok kalian semua.
Banyuwangi, 26 Juli
2019
Comments
Post a Comment