Wisata Keberhasilan yang Tertunda


Ini perjalanan wisataku dan 9 temanku, kami menyebut diri kami sebagai keluarga, sebuah keluarga yang terbentuk dalam waktu dua bulan. Semua berawal dibulan desember 2015 perjalanan panjang mengantarkan 10 orang pilihan untuk berwisata pengalaman dan ilmu dikota pempek ini.



Yap! Palembang, kota dengan kekhasan makanan yang sangat terkenal seantero Indonesia, bukan hanya makanan yang menjadi khas dari Palembang, Jargon masyarakat yang memanggil dirinya "wong kito galo" ini memang memiliki kesan tersendiri bagi para perantau khususnya bagiku dan keluargaku. Perjalanan yang paling berkesan bagiku ketika menginjakkan kaki bersama 9 diplomat dan seorang ibu negara yang amat menginspirasi yang kami pangil "bunda".




Anggap saja ini sebuah perjalanan wisata dengan misi pencarian celah keberuntungan tiga babak. Kenapa aku sebut wisata? karena kami semua menikmati rangkain takdir illahi dan memang ini benar-benar tempat yang paling berkesan bagiku. 

Gerbang Harapan: Asrama Haji Palembang 


Cerita ini kami awali dengan harapan penuh ambisi. Bismillah.... dzikir dalam hati, oh iya kami adalah para pelajar yang tergabung dalam keluarga Empat Pilar Kebangsaan. Aku (Ning), Inun, Aan, Iing, Sein Co, Dedek, Hamm, Mimoy, Yola Chan dan Sasa adalah pelajar yang beruntung yang bisa mewakili sekolah dan kota Lubuklinggau (tempat tinggal kami) pada tingkat Provinsi dalam Lomba Cerdas Cermat Empat Pilar Kebangsaan tahun 2016. 


Pukul 03.00 dering handphone membangunkan kami yang tak kuasa menyenyakkan raga satu malam ini. Pagi-pagi sekali kami bergegas mempersiapkan diri untuk hari besar yang telah kami persiapkan selama satu bulan. Nervous? ya, jangan kalian tanyakan lagi, sudah siap? ya, mau tak mau. Suasana pagi masih berjalan santai dengan wajah tersenyum penuh kekhawatiran. Beruntungnya kami mempunyai sosok bunda yang selalu setia membimbing kami dari nol hingga perlahan tetesan ilmu masuk kedalam otak kami, bahkan dengan jiwa keibuannya bunda benar-benar membuat kami seperti anak kandungnya sendiri. Bunda yang memililiki nama asli Mardayepi bagi kami adalah sosok guru sekaligus teman yang amat gigih dan tabah dalam menghadapi sesuatu.

Mengadu Nasib

Setelah selesai sarapan, kami bergegas menuju ruang perlombaan. Hawa berbeda begitu terasa dalam aula megah yang berisi pelajar-pelajar terbaik dari tiap-tiap kota/kabupaten yang ada di Sumatera Selatan.



Sesi demi sesi telah usai, ini giliran kami menampilkan yang terbaik yang dapat kami sembahkan kepada bunda dan juga kota kami tercinta Lubuklinggau. Babak pertama berhasil kami lewati, babak keduapun kami masih optimis sembari berdoa, dan datanglah babak ke tiga yang menentukan nasib kami kedepannya. 10 pertanyaan telah dilontarkan sang pembawa acara dan alhasil, kali ini kami masih kurang beruntung untuk dapat maju kebabak selanjutnya. Suasana diatas podium masih biasa saja hingga akhirnya kami turun dan bergegas ke luar ruangan lalu kembali ke kamar.

Ruang Petak Saksi Bisu




Ruangan yang disertai dua tempat tidur dengan satu televisi yang sengaja kami hidupkan untuk menetralkan keheningan yang menyelubungi setiap sanubari masing-masing dari kami. Suara dentuman tangan Aan ketembok memecahkan tangisan diantara kami, dengan perasaan penuh kekecewaan membuat kami saling berdiam diri sejenak tanpa ada kata-kata yang mampu terucap. karena ketidaknyamanan, salah satu dari kami berani untuk membuka suara guna mengawali obrolan introspeksi diri.

Hujan Malam Sabtu

Matahari mulai tergelincir ke ufuk barat, menyeru kami untuk begegas keluar melaksanakan sholat magrib di masjid yang tak jauh dari kamar kami, selepas itu kamipun berkeliling diwilayah luar komplek Asrama Haji. Tahukah kalian kemana kami pergi? mini market, tempat yang paling mudah kami jangkau untuk membeli semua perbekalan yang harus kami bawa untuk pulang esok hari. Kami sangat menikmati kebersamaan yang menjadi puncak perjuangan, namun kami tak lagi mempermasalahkan kegagalan yang kami alami sebab kami sangat yakin kegagalan ini merupakan sebuah kesuksesan yang tertunda, Allah maha mengetahuai kapan waktu yang tepat untuk kami berhasil, mungkin kami belum layak untuk menerima amanah besar provinsi yang akan kami emban kedepannya.

Gemuruh langit pertanda hujan siap terjun membasahi seluruh raga kami. Dengan spontanitas kaki ini berlari kencang menuju gerbang untuk menyelamatkan baju terakhir yang kami miliki, dengan tawa lirih aku melihat betapa indahnya takdir tuhan yang mempertemukan aku dan 9 diplomat hebat yang aku sebut keluarga kecil. Hawa dingin menyapa kulitku dan membuatku tersadar dari tidur lelap dan ketika aku membuka mata, ternyata aku telah sampai di stasiun kereta api Sindang Marga Lubuklinggau.







Comments

  1. dari tulisan pengalaman yang penulis paparkan, banyak hal yang bisa diambil hikmahnya.
    1. Peduli>>dimana masih ada orang yang peduli terhadap satu sama lain
    2. Berjuang>>dimana masih ada orang yang terus-terusan berjuang untuk menggapai impinya
    3. Tak kenal lelah>>lelah???apa itu
    4. Penyemangat>>dimana masih ada orang yang menyemangati kita untuk menghadapi tantangan
    5. Mengerti>>dimana masih ada orang yang mengerti, mengerti bahwa kemenangan bukan satu-satunya cara untuk bahagia.
    6. Dan masih banyak lagi.

    Andai bisa merasakan pengalaman seperti itu.
    .
    .
    .
    .
    .


    lagi.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yakinlah! suatu saat aku, kamu dan mereka akan mengalami pengalaman yan serupa karena didunia ini tidak ada suatu hal yang baru hanya sebuah pengalaman yang berulang. Ketika hal itu terjadi lagi, meskipun bukan dengan mereka aku harap kita bisa memanfaatkannya lebih baik lagi.

      Yakin bisa merasakan pengalaman seperti itu.
      .
      .
      .
      .
      .
      lagi

      Delete
  2. Buat yang baca komentar ini, percayalah aku yang lagi ingin makan mangga sekarang adalah salah satu dari ke-10 orang itu.

    Bitidabelyu... Makasih sudah buat cerita ini ya. Kamu hebat. Aku sayang!

    ReplyDelete
    Replies
    1. bolehkah aku jadi manggamu? yang mengelupaskan diri dan terjun ke kerongkongan lalu aku jelajahi perutmu hingga akhirnya aku menjadi darah dan melihat hatimu tertulis namaku :D

      Delete
    2. Jadi berasa lilin. Meleleh langsung soalnya 💘

      Delete
    3. jangan lilin, dia hanya ada saat gelap

      Delete
    4. Nggak apapaaa... Kalo untuk nerangin kamu ❤

      Delete
  3. Aku mau komen lagi...
    Biar kamu senang 😘

    ReplyDelete
  4. Sekali lagi ya... Biar komentarku jadi 3 😄

    ReplyDelete
    Replies
    1. sepuluh lagipun tak apa, biar semua orang tau, kau sosok istimewa :*

      Delete
    2. 3 aja..
      Biar nggak semua orang tau,
      cukup kamu yang tau 💕

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Song Review - Seandainya (Gita & Paul)

Ngebolang Kuy! Edisi Borobudur

About Me